Tuesday, June 20, 2006

Di tepi sebuah peron
Di sebuah stasiun perpisahan, kamu dan aku berdiri terpaku di antara dua jalur kereta yang hiruk-pikuk oleh temu dan pisah yang saling dorong dan berhimpitan. Dengan rindu yang berletupan serupa riak-riak api yang terkadang memercik akibat gesekan besi rel dan roda kereta kubaca wajahmu, disana tertuliskan cerita-cerita yang barangkali terjilidkan dengan judul gamang.
Gemuruh rel-rel yang tergilas oleh deru deras kereta yang gerbongnya tak kunjung selesai menutup pandangku padamu menghadirkan cemas di benakku sebelum pucuk gerbong terakhir menghilang dikelokan dan mengepulkan debu-debu perpisahan yang menghalau lambaian tangan diiringi rintihan panjang peluit kereta yang mulai menjauh.
Dan, ditepi peronmu apakah kamu pernah mengalami kesedihan yang begitu memuncak hingga nafasmu menyesakkanmu?
Jarak...betapa kosong diantara kita, betapa hendak kupotong panjangnya, kupatah kekarnya.
Ingin...ingin yang saling bertaut, saling bertalu, saling menyisir satu sama lain, mendebarkan dan saling berhitung hingga kulihat punggungmu yang berbalik memuaikan semua temu dan ingin.
...stasiun perpisahan...seumpama sebuah kamar tidur yang ditata penuh cinta dan privasi namun tak pernah ditiduri...yang dibangun untuk ditinggalkan.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home