Thursday, January 19, 2006

Pemakaman semu.

Minggu, 15 hari sebelum Rabu ini
Awan hitam berarak mengantar kepergiannya
Misa Requiem telah disiapkan
Kidung pedih yang menyayat hati berkumandang
Sehingga barisan awan hitam pun mulai menangis
Pemakaman sebuah mimpi.
Gelap dan suram
Dingin dan murung
Semua yang hadir sendu berbalur lara
Di kejauhan kau tetap geming dalam senyum tipismu.
“aku tahu dia belum mati, dia eterna. Sang abadi” bisikmu lirih.

15 hari lalu sejak kutinggalkan semua mimpi
15 hari lalu sejak aku terjaga dari buaian panjang
Bangunku dalam keringat penantian
Letih meremuk semua harap hati
Kopi pahit logika telah mengepulkan harumnya
Dan hanya dalam dua tiga reguk saja aku bangun sempurna
Rambut dan pakaianku pun masih kusut menindih dan tertindih acak
Dalam wangi embun pagi yang lembab terasa sesak menggumpal di dada
Dan matahari yang belum utuh belalaknya
kupergi meninggalkan kepulan debu-debu asa yang menumpuk.
biarlah debunya menempel di rumah itu
Di sisi tersepi cintaku padamu
Ketika kafein kopi pahit logika habis
Ku’kan kembali pulas tertidur disana
15 hari lalu dan entah kapan
Entah kau jemput atau aku yang pulang.